| 0 komentar ]

Terdapat beragam jenis cinderamata atau souvenir. Umumnya, alasan seseorang memberikan souvenir –biasanya berupa benda-benda yang unik dank has—adalah sebagai pengingat akan sesuatu. Misalnya, ketika ada seorang pelancong yang memburu souvenir khas suatu daerah, ia sebenarnya hanya ingin mendapatkan kenangan akan tempat-tempat yang telah dikunjunginya. Demikian juga souvenir pernikahan dari sang pengantin, dimaksudkan agar perhelatan tersebut memberikan kesan pada semua tamu undangan yang hadir.

Saat ini fungsi souvenir telah berkembang menjadi salah satu media promosi yang efektif bagi perusahaan-perusahaan. Sayangnya tak sedikit souvenir yang hanya dikemas berupa barang-barang tersier yang kadang kurang jelas manfaatnya bagi si penerima. Berlatar belakang pemikiran itulah Miquet Efadlinur Baktimy –seorang aktivis peduli lingkungan hidup—menggagas bisnis souvenir Green4S (baca: green forest) Indonesia.

Menurut Fadli –sapaan akrabnya— sesuai artinya, ‘Green’ mengandung makna hijau. Sementara ‘S’ bisa diartikan solusi atau juga dimaknai souvenir. Sebagai aktivis lingkungan hidup, produk utama yang dipilih berupa tanaman adenium. Souvenir ini berupa bibit tanaman adenium di dalam pot mini yang kemudian dikemas dalam plastic mika eksklusif dengan hiasan pita dan tali.

Fadli sengaja memilih tanaman ini karena berdasarkan riset yang dilakukannya adenium merupakan jenis tanaman gurun yang kuat dan tahan terhadap kondisi cuaca yang ekstrim. Dari literatur diketahui jenis tumbuhan tersebut banyak hidup di gurun bahkan dapat mencapai tinggi lebih dari 2 meter. Meskipun bibitnya cukup sulit disemaikan, tetapi jika sudah tumbuh dan melewati masa krisis, perawatannya mudah.

“Visi dan misi saya pribadi Green4S ini bukan hanya bisnis yang menjual souvenir. Tetapi sekaligus membangun sebuah gaya hidup yang ramah lingkungan. Intinya ingin mengubah perilaku sebelumnya yakni dengan mengganti souvenir yang lebih berguna. Bukan hanya bagi masyarakat tapi juga buat lingkungan,” ujar Fadli.

Sebelumnya, pria kelahiran Jakarta 1982 tersebut mengaku tidak memiliki pengalaman dalam merawat apalagi menjalankan bisnis tanaman. Perkenalannya dengan dunia bisnis, menurut lulusan Ilmu Komunikasi UI tahun 2003 itu, justru dimulai dari komunikasi korporat, yakni membuat alat-alat komunikasi bagi perusahaan-perusahaan seperti website, company profile, video profile, dan semacamnya.

“Awalnya saya riset dulu, tanaman apa yang bisa dimasukkan dalam kemasan dan bertahan lama. Karena mulai dari saat pengemasan hingga dibagikan ke orang-orang pasti butuh waktu. Dan tidak semua jenis tanaman tahan dalam kemasan seperti ini dalam jangka waktu lama. Seterusnya, saya pergi ke tukang tanaman mencari bibit adenium. Tetapi rata-rata mereka tidak punya bibit dalam bentuk kecil seperti ini. Akhirnya saya harus beli bijinya, disemai sendiri. Baru setelah itu saya cari wadah yang kuat, saya desain ukurannya yang sesuai. Sedangkan untuk mika yang saya pakai sudah bentukan pabrik, ya sudah, tinggal disesuaikan,” Fadli mengisahkan pengalamannya.

0 komentar

Posting Komentar